Menelusuri Jejak Islam di Tanah Banjar
STIT Darul Hijrah Hadirkan Pangeran Khairul Saleh dalam Kuliah Umum Bersejarah
Martapura, Jumat, 20 Juni 2025 – Suasana berbeda terasa di Kampus STIT Darul Hijrah sore itu. Aula kampus dipenuhi mahasiswa yang antusias mengikuti Kuliah Umum Spesial dengan tema “Kesultanan Banjar dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Islam di Kalimantan Selatan.”
Acara tersebut menghadirkan tamu agung, Ir. H. Pangeran Khairul Saleh, M.M., tokoh nasional sekaligus keturunan bangsawan Kesultanan Banjar.
Pembukaan oleh Ketua STIT Darul Hijrah
Acara dimulai pukul 16.00 WITA. Ketua STIT, Ust. Awad, M.A., membuka kegiatan dengan sambutan hangat. Ia menyampaikan pentingnya mengenal sejarah lokal sebagai dasar membangun pendidikan Islam yang berkarakter.
Menurutnya, sejarah bukan sekadar pengetahuan, tetapi fondasi nilai dan arah perjuangan generasi muda.
Jejak Awal Kesultanan Banjar dalam Sejarah Islam
Dalam pemaparannya, Pangeran Khairul Saleh mengajak mahasiswa menggali kembali sejarah berdirinya Kesultanan Banjar. Ia menjelaskan bahwa kerajaan ini awalnya merupakan kerajaan Hindu-Buddha, yaitu Negara Dipa dan Negara Daha.
Transformasi besar terjadi ketika Raden Samudera memeluk Islam. Ia kemudian menjadi Sultan Suriansyah, raja pertama Kesultanan Banjar yang beragama Islam. Peran Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, ulama besar dari Kalimantan Selatan, juga disebut sangat berpengaruh dalam perkembangan ajaran Islam di wilayah ini.
Selain itu, silsilah kesultanan dijelaskan secara kronologis. Mulai dari Sultan Suriansyah, Sultan Rahmatullah, hingga Sultan Adam Al-Watsiq Billah, masing-masing memiliki kontribusi dalam memperkuat dakwah Islam dan membentuk sistem pemerintahan berbasis syariah.
Mahasiswa Antusias, Sejarah Jadi Cermin Masa Depan
Mahasiswa terlihat sangat antusias mengikuti materi. Banyak dari mereka mencatat dan merekam pemaparan penting.
Pangeran Khairul Saleh menekankan bahwa sejarah bukan hanya untuk dikenang, tetapi dijadikan cermin dan petunjuk bagi masa depan. Ia mengatakan:
“Sejarah adalah cermin yang menuntun arah. Bangsa yang kehilangan sejarah akan kehilangan jati dirinya.”
Ia juga menyampaikan harapan agar mahasiswa STIT Darul Hijrah menjadi penerus perjuangan dakwah Islam dengan tetap berpijak pada warisan budaya dan nilai-nilai luhur para pendahulu.
Penyebaran Islam oleh Kesultanan Banjar
Materi kemudian dilanjutkan oleh Bapak Ahmad Barjie B, sejarawan lokal yang memperdalam pembahasan tentang peran strategis Kesultanan Banjar dalam menyebarkan Islam ke pelosok Kalimantan.
Menurutnya, dalam buku “Sejarah Banjar dan Kerajaan Islam Nusantara”, disebutkan bahwa kesultanan aktif mengirimkan ulama ke berbagai wilayah. Mereka membangun pesantren, masjid, serta menjalin komunikasi budaya dengan masyarakat lokal, termasuk suku Dayak.
Sebagai contoh, dakwah ke pegunungan Meratus dilakukan secara damai dan persuasif. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Kesultanan Banjar tidak menyebarkan Islam dengan kekuatan militer, melainkan lewat pendidikan, akhlak, dan keteladanan.
Sejarah sebagai Bahan Bakar Perjuangan
Di akhir acara, narasumber menyampaikan pesan dan doa. Mereka berharap mahasiswa tidak hanya memahami sejarah secara teori, tetapi menjadikannya inspirasi untuk bergerak dan membangun.
“Mari jadikan sejarah bukan hanya bahan bacaan, tapi bahan bakar perjuangan.”
Kuliah umum ini menjadi momen penting untuk menumbuhkan kesadaran sejarah dan memperkuat identitas keislaman generasi muda Banua.
R.G. Collingwood (1889–1943) – Filsuf Sejarah Inggris
“History is for human self-knowledge. The only clue to what man can do is what man has done.”
“Sejarah adalah pengetahuan tentang diri manusia. Petunjuk terbaik tentang apa yang bisa manusia lakukan adalah apa yang telah manusia lakukan.”